Anak Tantrum: Penyebab, Dampak Jangka Panjang, dan Cara Mengatasinya Menurut Para Ahli
Pengertian Tantrum pada Anak
Tantrum adalah ledakan emosi yang biasanya terjadi pada anak usia 1-4 tahun. Dalam kondisi ini, anak dapat menangis, menjerit, melempar benda, atau bahkan melukai diri sendiri. Tantrum terjadi karena anak masih kesulitan mengendalikan emosi mereka, terutama ketika mereka mengalami frustrasi atau merasa tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
Penyebab Tantrum
Beberapa penyebab tantrum pada anak antara lain:
1. Ketidakmampuan Mengungkapkan Keinginan dengan Kata-Kata
Anak yang belum sepenuhnya mampu berkomunikasi sering kali merasa frustrasi karena tidak dapat mengekspresikan keinginan atau perasaan mereka dengan kata-kata.
2. Kelelahan atau Lapar
Anak yang lelah atau lapar memiliki batas toleransi yang lebih rendah terhadap frustrasi, sehingga lebih mudah mengalami tantrum.
3. Stimulasi yang Berlebihan
Lingkungan yang terlalu ramai, berisik, atau banyak aktivitas bisa membuat anak merasa kewalahan, yang akhirnya memicu tantrum.
4. Mencari Perhatian
Tantrum kadang digunakan sebagai cara anak untuk mendapatkan perhatian orang tua atau pengasuh.
5. Kebutuhan Akan Otonomi dan Kontrol
Pada usia tertentu, anak-anak mulai mengembangkan rasa kemandirian dan kebutuhan akan kontrol. Tantrum dapat muncul ketika anak merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas situasi.
Dampak Tantrum Jangka Panjang pada Kehidupan Dewasa
Jika tantrum pada anak tidak dikelola dengan baik, perilaku ini dapat mempengaruhi perkembangan emosi anak hingga dewasa. Berikut dampak jangka panjangnya:
1. Kesulitan Mengelola Emosi
Menurut psikolog anak, Dr. Laura Markham, jika tantrum tidak diatasi dengan tepat, anak dapat tumbuh dengan kebiasaan meluapkan emosi yang tidak terkontrol. Ini bisa menyebabkan individu dewasa yang cenderung impulsif dan sulit mengelola kemarahan atau frustrasi.
2. Resiko Masalah Mental
Psikolog perkembangan Dr. David Anderson menyatakan bahwa anak-anak yang sering mengalami tantrum berpotensi lebih besar mengalami kecemasan, depresi, atau gangguan perilaku di kemudian hari jika tidak diajarkan untuk mengelola emosi mereka.
3. Hubungan Sosial yang Rentan
Anak yang terbiasa meluapkan emosi dengan cara yang ekstrem bisa tumbuh menjadi individu yang sulit dalam membangun hubungan sosial, baik dalam lingkungan kerja, pertemanan, maupun keluarga. Ini karena kemampuan mereka untuk berempati dan bernegosiasi bisa terhambat.
4. Gangguan dalam Pengambilan Keputusan
Anak-anak yang tumbuh tanpa kemampuan regulasi diri berisiko mengambil keputusan yang tidak rasional ketika menghadapi tekanan, karena terbiasa berespons secara emosional daripada berpikir rasional.
Cara Mengatasi Tantrum Menurut Para Ahli
Beberapa strategi untuk mengatasi tantrum menurut para ahli di bidang psikologi anak:
1. Tetap Tenang dan Hindari Merespon dengan Emosi Berlebihan
Menurut Dr. Alan Kazdin, seorang psikolog klinis, tetap tenang adalah kunci utama. Orang tua yang merespons dengan marah atau panik hanya akan memperparah situasi. Tunjukkan ketenangan agar anak belajar untuk meniru respons tersebut.
2. Berikan Pelukan atau Sentuhan Lembut
Psikolog anak Dr. Harvey Karp menyarankan untuk memberikan pelukan atau sentuhan lembut saat anak sedang tantrum. Ini dapat membantu menenangkan anak karena mereka merasa aman dan dipahami.
3. Alihkan Perhatian Anak
Mengalihkan perhatian anak pada sesuatu yang menarik atau menyenangkan bisa mengurangi intensitas tantrum. Misalnya, menunjukkan mainan kesukaannya atau mengajaknya untuk melakukan kegiatan lain.
4. Berikan Pilihan
Menurut Dr. Ross Greene, memberikan pilihan sederhana pada anak dapat membantu mereka merasa memiliki kontrol atas situasi. Misalnya, jika anak marah karena tidak ingin makan, beri pilihan seperti “Mau makan dengan sendok atau garpu?” Teknik ini dapat mengurangi tantrum karena anak merasa pendapatnya dihargai.
5. Ajarkan Anak Mengenal dan Mengungkapkan Emosi
Psikolog anak Dr. John Gottman menekankan pentingnya mengajarkan anak mengenali dan menamai emosi mereka, seperti “Sedih,” “Marah,” atau “Kecewa.” Dengan mengenal emosi, anak akan belajar mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata daripada melalui tantrum.
6. Berikan Pujian untuk Perilaku Positif
Ketika anak berhasil mengatasi kekecewaannya dengan cara yang positif, berikan pujian. Hal ini, menurut Dr. Kazdin, dapat memotivasi anak untuk mengulang perilaku positif di masa depan.
Kesimpulan
Tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, tetapi memerlukan pendekatan yang tepat agar tidak berlanjut hingga dewasa. Dengan strategi pengelolaan yang baik, orang tua bisa membantu anak belajar mengendalikan emosi dan memahami cara yang sehat untuk mengekspresikan perasaannya. Dalam jangka panjang, kemampuan ini akan sangat membantu dalam hubungan sosial dan kesehatan mental anak saat dewasa.
0 komentar:
Post a Comment